Kucur Masih Menyedot Perhatian Publik Metropolis
Surabaya -
Rasanya manis dan sedikit berminyak. Bentuknya juga bulat berserat,
kadang berwarna merah, kadang juga putih bahkan hijau bila dicampur
adonan pandan. Dengan banyak modifikasi, kue cucur bikinan Malika (68)
tetap eksis di tengah maraknya fastfood.
Bagaimanapun juga, jajan
pasar bikinan perempuan renta itu selalu dinilai sederhana dan jauh
dari kesan mewah. Dan lagi, kue yang berasal dari adonan tepung, terigu,
gula merah, gula dan sedikit garam itu hanya butuh waktu tak lebih dari
10 menit berada di penggorengan.
Namun, pembeli kue cucur
bikinan Malika tak tanggung-tanggung, orang-orang bermobil pun membeli
hingga ukuran 5 kilogram (150 biji cucur).
Tak ada yang spesial
pada adonan kue cucur, begitu cara Malika bercerita. Ia juga belajar
secara otodidak pada penjual kue cucur saat Malika masih muda, 19 tahun
yang lalu. Sampai Malika memiliki 18 cucu saat ini, Malika hanya mengira
kue cucur bikinannya laris karena ia berjualan jujur, memasak tanpa
obat gula.
"Padahal nggak ada bahan khusus, saya belajar masak
kue cucur juga dari orang lain, otodidak," kata wanita berkerudung ini
keheranan saat berbincang dengan detiksurabaya.com, Kamis (2/2/2012).
Janda
anak empat ini tadinya tak berniat menjadi penjual kue cucur. Kesulitan
ekonomi yang menjerat, membuat Malika memutar otak berbisnis menjual
makanan dan minuman, salah satunya kue cucur di pedestrian kawasan Usumo
(Urip Sumoharjo) Surabaya.
Pertama kali berjualan, 60 biji kue
cucur buatan Malika langsung diborong pembeli yang kebetulan melintas di
kawasan tersebut. Esoknya, bahkan ada yang memesan hingga 8 kg kue
cucur bikinan Malika.
Nah sejak saat itulah, ia bertekad untuk
menularkan ilmu dan bisnisnya kepada 4 anak perempuannya. Kini, 18 cucu
perempuan Malika (yang semuanya yatim) menguasai bahan olahan kue cucur.
"Kata yang beli (pembeli) cucurnya enak, rasa manisnya cukup nggak berlebihan, hangat pula," terang Malika.
Nenek
yang telah renta ini tak pernah membayangkan bisnis berjualan kue cucur
bisa membuatnya bertahan hidup. Ketika seluruh anak perempuannya
ditinggal mati para suaminya, otomatis belasan cucu Malika menjadi
yatim. Para wanita tangguh ini pun kian eksis berjualan kue cucur di
banyak titik di pasar-pasar tradisional di Surabaya.
Namun,
kenyataan pahitnya hidup tak membuat Malika beserta anak dan cucunya
menyerah. Mereka justru berbangga karena kue cucur kini makin
memasyarakat. Tak jarang juga Malika diundang ibu-ibu arisan di kawasan
Graha Famili untuk memberi pelatihan mengolah adonan dan memasak kue
cucur.
Malika juga mengatakan, ia tak berani mencampur adonan kue cucurnya dengan obat penambah manis.
"Lha
wong semua anak dan cucu suka makan cucur, nggak mungkin saya kasih
obat gula," selorohnya sambil terus menyiram adonan kue cucur ke loyang
wajan sederhana di kiosnya.
lumajangsatu.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Berita Terkait
Berita Lainnya


_bersama_Bupati_Lumajang,_Thoriqul_Haq_dan_Bunda_Indah.jpg)